Contoh Slogan Beserta Maknanya

Contoh Teks Anekdot Mengkritik untuk Tidak Berbicara Kasar

Rutinitas belajar dan mengajar selalu diawali dengan cek presensi. Setiap guru yang masuk akan memanggil satu per satu murid yang hadir. Aturan yang sama berlaku di SMA Ruangguru. Pada saat itu, guru Bahasa Indonesia yang terkenal galak mulai memanggil setiap murid. Dengan nada tegas dan ekspresi kaku, ia menyebut nama murid. Hal ini menyebabkan murid yang dipanggil pun menjawab tak kalah lantangnya.

“Akhirnya kamu masuk sekolah juga ya. Kenapa kamu kemarin tidak masuk?”

“Saya mesti ke rumah sakit, Bu,” jawab Bayu sembari senyum.

“Kenapa kamu jawab pertanyaan saya sambil senyum-senyum?” jawab sang guru kesal.

“Iya Bu, soalnya kata dokter saya terkena kanker otak.”

“Apa yang lucu? Kanker otak itu berbahaya.”

“Saya senang Bu. Ibu sudah tidak bisa bilang ‘dasar kamu tidak punya otak’ karena otak saya rusak.”

Seisi kelas meringis mendengar jawaban Bayu. Mereka ingin tertawa, tetapi khawatir dimarahi sang guru.

Makna yang bisa kamu pelajari dari contoh teks anekdot ini adalah untuk tidak berbicara buruk, mengejek atau mengumpat, meskipun kepada orang yang lebih muda daripada kita. Hal ini karena kata-kata yang sudah telanjur diucapkan tidak bisa ditarik kembali, bahkan mungkin bisa membuat kita merasa lebih buruk.

Sampai sini, sudah mulai paham belum dengan materi teks anekdot? Kalo masih ada poin-poin yang belum kamu mengerti, mending belajar sama ahlinya, deh. Belajar bareng kakak-kakak pengajar di Ruangguru Privat Bahasa Indonesia misalnya. Hehehe…

Belajar nggak cuma menyenangkan, tapi kamu juga bakal diajari konsepnya sampai paham! Para pengajar di Ruangguru Privat juga sudah terstandarisasi kualitasnya, loh. Kamu juga bisa pilih nih, mau diajarkan secara langsung (offline) atau daring (online). Fleksibel, kan? Untuk info lebih lanjut, cuss klik link berikut!

Contoh Teks Anekdot Dialog

Pada pagi hari yang cerah, Azka sengaja belum sarapan karena ingin membeli bubur di depan komplek. Namun, tiba-tiba terdengar bel pedagang roti. Tanpa pikir panjang, Azka pun langsung menuju teras rumah untuk memanggil si tukang roti.

Azka: “Bang, jual roti apa aja?”

Tukang roti: “Banyak macamnya mas, lihat dan pilih saja sendiri.”

Azka: Ini apa, “Bang?”

Tukang roti: “Kalau yang ini nanas, Mas.”

Azka: “Kalau yang ini apa?”

Tukang roti: “Srikaya.”

Azka: “Bang, kalau yang ini?”

Tukang roti: “Blueberry, Mas.”

Azka: “Lho gimana sih, terus mana rotinya, saya mau beli roti bukan buah, kok dari tadi yang disebutkan buah-buahan aja, ya udah deh saya ga jadi beli.”

Tukang roti: “Bengong dan kemudian malah jatuh pingsan.”

Makna tersirat yang bisa kamu ambil dari contoh teks anekdot ini adalah untuk menjawab sesuatu dengan jelas, dan tidak ambigu. Karena bisa jadi jawaban yang diberikan bisa memberi makna yang berbeda, sehingga lawan bicaramu salah paham.

Contoh Teks Anekdot Kritik Sosial (2)

Seorang dosen Fakultas Hukum sedang memberi kuliah Hukum Pidana. Saat tiba sesi tanya jawab si Ali bertanya kepada dosen, “Apa kepanjangan dari KUHP, Pak?”

Lalu dosen tidak menjawab sendiri, tetapi dilemparkannya pada si Ahmad. “Saudara Ahmad, coba bantu saya untuk menjawab pertanyaan saudara Ali!” pinta beliau.

Dengan tegas si Ahmad menjawab, “Kasih Uang Habis Perkara, Pak!” tegasnya.

Mahasiswa lain tentu tertawa, sedang pak dosen geleng-geleng kepala, seraya menambahkan pertanyaan kepada si Ahmad, “Saudara Ahmad, dari mana Saudara tahu jawaban itu?”

Dasar si Ahmad, pertanyaan tersebut dijawabnya pula dengan tegas, “Peribahasa Inggris mengatakan Pengalaman adalah guru yang terbaik’ begitu, Pak!” Seisi kelas tertawa.

Lalu tawa mereda dan kelas kembali tenang.

Makna tersirat yang bisa kamu ambil dari contoh teks anekdot ini adalah kondisi yang terjadi di sebuah negara tentang penyelesaian masalah adalah dengan uang. Sementara, hukum yang sudah diatur dengan rapi seolah ‘tidak terlalu bermanfaat’ karena diciderai dengan penerimaan suap.

Contoh Teks Anekdot tentang Pendidikan

Sekolah Bertarif Internasional

Suatu ketika, di sekolah negeri “entah di mana”, seorang Bapak Guru memberi tahu kepada anak didiknya bahwa sekolah mereka akan berubah status menjadi SBI (Sekolah Bertaraf Internasional). “Anak-anak, ada kabar gembira untuk kita semua. Tidak lama lagi, sekolah kita akan menjadi SBI. Nah, untuk menyambut hal ini, saya mau tanya kira-kira apa yang akan kalian siapkan?” tanya sang guru.

“Azis, apa yang akan kamu lakukan untuk menyambut ini?” tanya guru tersebut lebih lanjut. Dengan sigap, Azis menjawab pertanyaan pak guru “Belajar bahasa Inggris agar mampu berbicara bahasa Inggris, Pak.” jawab Azis.

“Bagus sekali, kalau kamu, Gusti? tanya guru kepada Gusti. “Harus siapkan uang, Pak.” jawab Gusti. “Lho, kok uang?” tanya pak guru lebih lanjut. “Ya, Pak. Soalnya kalau sekolah kita statusnya sudah SBI, pasti bayarnya lebih mahal. Masa sih bayarnya kayak sekolah biasa? Udah gitu, pasti nanti dimintai iuran untuk ini itu.” jelas Gusti lebih lanjut.

“Jawabanmu kok sinis sekali? Begini lho, kalau sekolah kita bertaraf Internasional, artinya sekolah kita itu setara dengan sekolah luar negeri. Jadi, kalian seperti sekolah di luar negeri” sang guru melanjutkan penjelasannya.

“Tapi Pak, kalau menurut saya, SBI itu bukan Sekolah Bertaraf Internasional, tapi Sekolah Bertarif Internasional” Gusti juga melanjutkan penjelasannya.

Nah, makna tersirat teks anekdot ini yaitu sekolah tidak dapat diberi standar bagus dan tidaknya dari sekolah yang ada di luar negeri. Hal itu karena yang menjadikan sekolah bagus adalah kualitas dari pendidiknya, lingkungannya, serta muridnya. Selain itu, sekolah yang mengikuti standar internasional memakan biaya yang lebih banyak, dan tidak semua orang mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut.

Baca Juga: Kumpulan Contoh Teks Eksposisi beserta Struktur & Kaidah Kebahasaannya

Contoh Teks Anekdot Menyindir Teman

Saran yang Tidak Konsisten

Hani: “Ras, kayaknya aku benar-benar harus mulai mengontrol pengeluaran, deh. Uang bulananku selalu habis sebelum akhir bulan.”

Laras: “Bagaimana cara kamu bisa mengontrolnya?”

Hani: “Aku berpikir untuk membuat anggaran bulanan yang ketat. Tapi, ada temanku yang memberi saran untuk berhenti membeli barang-barang yang tidak perlu.”

Laras: “Kalau menurutku sih, itu saran yang baik, mengurangi pengeluaran tidak perlu bisa sangat membantu kita agar tidak terlalu boros.”

Hani: “Iya sih, tapi dia memberi saran itu sambil memamerkan tas baru yang dia beli, tas mewah seharga puluhan juta!”

Laras: “Oh, jadi dia memberi saran itu sambil mengenakan membawa tas mahal?”

Hani: “Iya, Ras! Aku pikir dia memahami ‘pengurangan pengeluaran’ dengan cara yang berbeda.”

Laras: “Hmm, aku rasa dia lupa bahwa kata-kata bijak sering kali lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.”

Dalam cerita ini, Hani menerima saran dari temannya untuk mengontrol pengeluaran dan berhenti membeli barang-barang yang tidak diperlukan, tetapi orang yang memberikan saran itu justru memamerkan tas mahal. Ini menggambarkan ironi karena seringkali, nasihat tidak dilakukan oleh orang yang mengatakannya sendiri. Sehingga menunjukkan bahwa memberikan nasihat lebih mudah daripada benar-benar melakukannya.

Contoh Teks Anekdot Lucu

Sekarang Pukul Berapa?

Seorang gelandangan tidur di taman. Ia dibangunkan setelah tidur selama 5 menit oleh seorang pria. “Permisi. Apakah Anda tahu pukul berapa sekarang?” Gelandang itu menjawab, “Maaf saya tidak punya jam tangan, jadi saya tidak tahu sekarang pukul berapa.” Pria itu meminta maaf karena membangunkan gelandangan itu, lalu melangkah pergi. Gelandang itu kembali melanjutkan tidurnya. Setelah beberapa saat, Ia dibangunkan oleh seorang wanita, yang sedang berjalan-jalan dengan anjingnya.

Wanita itu berkata, “Maaf mengganggu tidur Anda, tetapi sepertinya saya kehilangan jam tangan saya. Apa Anda tahu sekarang pukul berapa?” Gelandang itu sedikit kesal karena dibangunkan lagi, tetapi dia dengan sopan memberi tahu wanita itu bahwa dia tidak punya jam tangan dan tidak tahu pukul berapa.

Setelah wanita itu pergi, gelandangan itu punya ide. Ia membuka tas miliknya dan mengeluarkan pena dan selembar kertas. Di kertas itu, Ia menulis, ‘Saya tidak punya jam tangan. Saya tidak tahu sekarang pukul berapa.’

Ia kemudian menggantungkan kertas itu di lehernya dan kembali melanjutkan tidurnya. Setelah sekitar 15 menit, seorang polisi yang sedang berjalan di taman melihat gelandangan tertidur di bangku, dan membaca tulisan yang digantung di lehernya.

Polisi itu membangunkan si gelandangan dan berkata, “Saya membaca tulisan yang digantung di leher Anda. Saya pikir Anda ingin tahu bahwa sekarang pukul 14.30.”

Makna teks anekdot lucu di atas memberi penjelasan bahwa seorang gelandangan berusaha untuk tidur, tapi selalu diganggu oleh orang-orang yang melewatinya dengan menanyakan pukul berapa saat itu. Ia memiliki ide agar orang-orang berhenti mengganggu tidurnya dengan menuliskan informasi bahwa ia tidak tahu pukul berapa saat itu, sehingga orang-orang tidak akan menanyakannya. Namun, ada seorang polisi yang mengira bahwa gelandangan tersebut ingin mengetahui pukul berapa saat itu.

Hal yang bisa kamu pelajari dari teks anekdot di atas adalah dengan tidak menganggap semua orang berpikiran hal yang sama dan mudah mengambil kesimpulan. Jikalau gelandangan tersebut tidak berpikiran semua orang akan mengganggu tidurnya, maka ia tidak akan menulis ia tidak tahu pukul berapa, sehingga tidak akan dibangunkan oleh polisi.

Contoh Teks Anekdot Kritik Sosial

Pada suatu pagi, Arya sedang asik makan soto di warung makan kesukaannya. Setelah kenyang, Arya bergegas untuk pulang.

Di tengah perjalanan pulang, Arya terserempet sepeda motor yang ugal-ugalan. Kecelakaan tersebut mengakibatkan sandalnya putus.

Dengan terpaksa, Arya berjalan kaki tanpa menggunakan sandal. Karena rumahnya jauh, ia memutuskan untuk pergi ke toko terdekat untuk membeli sandal. Akan tetapi, uangnya tidak mencukupi.

Karena uangnya tidak mencukupi, Arya pun mempunyai niat untuk mencuri sandal di masjid yang letaknya hanya beberapa meter dari toko tersebut. Arya hendak mengambil sandal terbaik yang ada di masjid itu.

Sambil duduk di teras masjid, ia memperhatikan setiap orang yang akan masuk ke masjid. Jadi, ketika targetnya sibuk beribadah, ia segera mengambil sandal tersebut.

Aksinya berjalan lancar, Arya berhasil mendapatkan sandal berwarna hitam yang merupakan sandal terbagus di masjid tersebut. Tidak diduga, sang pemilik sandal menyadari bahwa Arya telah mencuri sandalnya.

Pemilik sandal langsung teriak dan mengejar Arya. Perutnya yang buncit, membuat ia tidak bisa berlari kencang. Arya pun tertangkap dan dibawa ke kantor polisi.

Setelah dilakukan penyelidikan, Arya divonis dengan pasal pencurian. Kasusnya pun akan disidangkan satu minggu lagi. Sial sekali Arya, hal sepele ini membuatnya harus terseret ke meja hijau.

Hari persidangan telah tiba, Arya duduk di kursi tersangka dengan wajah tertunduk.

Hakim : “Baiklah, Arya, usia 24 tahun, telah terbukti mencuri sandal seharga Rp30.000,00. Dengan ini, pengadilan memutuskan bahwa Anda bersalah dan Anda dihukum selama 5 tahun penjara.”

Arya : “Loh?! Pak, ini tidak adil, mengapa hukuman saya jauh lebih berat dibandingkan dengan para koruptor?”

Kemudian hakim memberikan penjelasan kepada Arya bahwa ia mencuri sandal sehingga merugikan seseorang 30.000 rupiah. Adapun para koruptor mencuri uang 2 miliar sehingga merugikan 200 juta rakyat Indonesia.

Nah, kalau dihitung dengan saksama, koruptor hanya merugikan 10 rupiah saja setiap orang. Jadi, kerugian akibat tindakan yang dilakukan oleh Arya lebih besar daripada tindakan yang dilakukan oleh para koruptor.

Dari teks anekdot di atas dapat disimpulkan bahwa hukum yang berlaku di sebuah negara tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Hukuman yang diterima oleh para pelanggar aturan seringkali tidak adil, karena koruptor yang memiliki pelanggaran lebih besar dan merugikan rakyat lebih banyak justru mendapatkan hukuman yang lebih ringan.

Contoh Teks Anekdot Sindiran

Dosen yang juga Menjadi Pejabat

Di kantin sebuah universitas, Udin dan Tono dua orang mahasiswa sedang berbincang-bincang.

Tono: “Saya heran dengan dosen ilmu politik, kalau mengajar selalu duduk, tidak pernah mau berdiri.”

Udin: “Ah, begitu saja diperhatikan sih Ton.”

Tono: “Ya, Udin tahu sebabnya.”

Udin: “Barangkali saja, beliau capek atau kakinya tidak kuat berdiri.”

Tono: “Bukan itu sebabnya, Din. Sebab dia juga seorang pejabat.”

Udin: “Loh, apa hubungannya.” Tono :

“Ya, kalau dia berdiri, takut kursinya diduduki orang lain.”

Teks anekdot di atas memiliki makna tersirat tentang sindiran terhadap para pejabat yang selalu mementingkan posisinya, baik itu di pemerintahan maupun instansi lainnya. Meskipun, dalam teks terlihat bahwa pejabat yang dimaksud adalah pejabat di bidang politik.

Contoh Teks Anekdot tentang Status Sosial

Penjual Kue Yang Hebat

Caca membeli beberapa kue dari seorang nenek di pinggir jalan, namun ia tidak bisa melanjutkan perjalanan pulangnya karena tiba-tiba hujan turun deras sekali. Akhirnya Caca dan si nenek penjual kue pun sama-sama berteduh.

Agar tidak terlalu terasa canggung, Caca pun memulai obrolan “Nek, sudah lama jualan kue?” “Sudah sekitar 35 tahun, Nak”, jawab nenek. Caca kembali bertanya, “Memangnya tidak ada yang membantu, Nek?Anak-anak nenek kemana?”

“Anak-anak saya sibuk kerja, ada yang di Polda, rumah sakit, dan juga sekolah” Caca pun kagum mendengar jawaban nenek itu, “Wow, hebat! Walau hanya berjualan kue, namun anak-anak nenek sukses semua ya?” “Ya sama saja Nak, kerjanya seperti saya, jualan kue.”

Makna tersirat dari teks anekdot di atas adalah ketidakseimbangan kondisi ekonomi dalam masyarakat sosial. Hal ini bisa kamu ketahui bahwa anak-anak dari karakter nenek harus turut berjualan kue juga. Maka dari itu, kamu harus bisa belajar lebih giat dan menjadi seseorang yang bermanfaat, sehingga bisa membantu orang yang lebih membutuhkan.

Contoh Teks Anekdot Transaksi Ekonomi

Antrean di Supermarket

Suatu hari di sebuah supermarket, ada tiga orang yang sedang antre di kasir untuk membayar belanjaan mereka. Mereka adalah seorang pekerja kantoran, seorang tukang bangunan, dan seorang ibu rumah tangga.

Pekerja kantoran mengeluarkan dompetnya dan membayar dengan kartu kredit. Sementara, tukang bangunan menghitung uang kertas dengan hati-hati untuk membayar belanjanya. Sedangkan, ibu rumah tangga dengan cermat memisahkan uang receh yang ia kumpulkan sepanjang minggu.

Saat giliran ibu rumah tangga untuk membayar, kasir tiba-tiba berkata, “Maaf, pembayaran dengan koin tidak diperbolehkan.” Ibu rumah tangga itu kikuk dan memandang uang recehnya yang sudah ia susun rapi.

Mendengar itu, tukang bangunan yang berdiri di sampingnya berkata, “Tidak masalah, saya akan membantu.” Dia mengeluarkan beberapa uang kertas tambahan dan menukarkannya dengan uang receh ibu rumah tangga.

Makna tersirat yang bisa kamu ambil dari contoh teks anekdot di atas adalah meskipun mereka semua sedang berada di tempat yang sama untuk membeli barang, tetapi pengalaman dan kenyamanan mereka dalam bertransaksi berbeda jauh.

Pekerja kantoran menyadari keuntungan menggunakan kartu kredit, tukang bangunan mengetahui pentingnya memiliki uang dalam bentuk yang berbeda, dan ibu rumah tangga merasa dihargai karena ada seseorang yang peduli dengan situasinya.

Baca Juga: Teks Biografi: Pengertian, Struktur, Ciri & Contohnya